Penjelasan Teori Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha (Teori kolonisasi dan Arus Balik) - Untuk memahami bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia, kita perlu mengkaji pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Pendapat yang dikemukakan oleh para andal tersebut ialah sebuah hipotesis (dugaan sementara) yang masih memerlukan pembuktian yang akurat.
Akan tetapi hipotesis-hipotesis tersebut sangat mempunyai kegunaan dalam mempersembahkan pemahaman pada kita tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Tugas engkau untuk menganalisis lebih lanjut hipotesis-hipotesis tersebut, sehingga engkau sanggup menentukan salah satu hipotesis yang berdasarkan engkau paling mendekati kebenaran. Tentu saja pilihan kita harus dilandaskan pada argumentasi dan budi yang berpengaruh disertai dengan data, fakta dan bukti-bukti yang akurat.
Berikut ini ialah hipotesis-hipotesis yang dikemukakan oleh beberapa andal tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Hipotesis-hipotesis tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu teori kolonisasi dan teori arus balik.
Teori ini berusaha membuktikan proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dengan menekankan pada tugas aktif dari orang-orang India dalam membuatkan pengaruhnya di Indonesia. Berdasarkan teori ini, orang Indonesia sendiri sangat pasif, artinya mereka spesialuntuk menjadi objek peserta efek kebudayaan India tersebut. Teori kolonisasi ini terbagi dalam beberapa hipotesis, yaitu sebagai diberikut.
a. Hipotesis Waisya
Menurut NJ. Krom, proses terjadinya kekerabatan antara India dan Indonesia lantaran adanya kekerabatan perdagangan, sehingga orang-orang India yang hadir ke Indonesia sebagian besar ialah para pedagang. Perdagangan yang terjadi pada ketika itu memakai jalur bahari dan teknologi perkapalan yang masih banyak tergantung pada angin musim.
Hal ini menjadikan dalam proses tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu hingga hadirnya angin animo yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini efek kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Hal ini menjadikan dalam proses tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu hingga hadirnya angin animo yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini efek kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pendapat Krom tersebut didasarkan penelaahan ia pada proses Islamisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang Gujarat. Bukan hal yang mustahil, proses masuknya budaya Hindu-Buddha di Indonesia dilakukan dengan cara yang sama. Namun, teori ini mempunyai kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan abjad Pallawa yang umumnya spesialuntuk dikuasai oleh kasta Brahmana.
Namun bila menyidik peninggalan prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, sebagian besar memakai bahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. melaluiataubersamaini demikian, timbul pertanyaan: Mungkinkah para pedagang India bisa membawa efek kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di wilayahnya sendiri kebudayaan tersebut spesialuntuk milik kaum Brahmana?
Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila efek tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya sentra kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di tempat pesisir pantai.
Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila efek tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya sentra kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di tempat pesisir pantai.
b. Hipotesis Ksatria
Ada tiga andal yang mengemukakan pendapatnya terkena proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu sebagai diberikut.
1) C.C Berg
C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut membuatkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ialah para petualang yang sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam duduk kasus kudeta di Indonesia. derma yang didiberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak memmenolong kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala suku yang dimenolongnya. Dari perkawinannya ini megampangkan bagi para Kesatrian untuk membuatkan tradisi Hindu Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam masyarakat Indonesia.
2) Mookerji
Dia menyampaikan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India yang membawa efek kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni yang hasilnya berubah menjadi sebuah kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan kekerabatan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan menhadirkan para seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.
3) J.L Moens
Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal kurun ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada kurun yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar kurun ke-5, banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para Ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara.
Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada ketika itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan). Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada tugas para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai diberikut, yaitu:
1) Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan abjad Pallawa;
2) Apabila tempat Indonesia pernah menjadi tempat taklukkan kerajaan-kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yang menggambarkan penaklukkan tersebut.
Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak sanggup digunakan sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada kurun ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diharapkan harus menawarkan pada kurun waktu yang lebih awal.
c. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat ini dikemukan oleh JC.Van Leur. Berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasastiprasasti yang memakai bahasa Sansekerta dan abjad Pallawa, maka sangat terang itu ialah efek Brahmana.
Oleh lantaran itu, ia beropini bahwa kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa dan abjad itu, sehingga pantas kalau mereka yang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Akan tetapi, bagaimana mungkin para Brahmana bisa hingga ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis ini.
Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas menerima Koreksian dari F.D.K Bosch. Adapun Koreksian yang dikemukakannya ialah sebagai diberikut.
a. Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, ternyata teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesa Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesa Ksatria, ternyata tidak ada jaya prasasti yang menyatakan tempat atau kerajaan yang ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh para Ksatria dari India.
b. Bila ada perkawinan antara golongan Ksatria dengan putri pribumi dari Indonesia, seharusnya ada keturunan dari mereka yang ditemukan di Indonesia. Pada kenyataannya, hal itu tidak ditemukan.
c. Dilihat dari hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun di India.
d. Kritikan yang lain ialah dilihat dari sudut bahasa. Bahasa Sanskerta spesialuntuk dikuasai oleh para Brahmana, tetapi kenapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada waktu itu ialah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.
Selanjutnya, F.D.K Bosch punya pendapat lain. Teori yang dikemukakan oleh Bosch ini dikenal dengan teori Arus Balik. Menurut teori ini, yang pertama kali hadir ke Indonesia ialah mereka yang mempunyai semangat untuk membuatkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Sesudah datang di Indonesia, mereka membuatkan ajarannya.
Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan mencar ilmu agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.
Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan mencar ilmu agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.
Bukti-bukti dari pendapat di atas ialah adanya prasasti Nalanda yang sebut bahwa Balaputradewa (raja Sriwijaya) sudah meminta kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. melaluiataubersamaini demikian, sehabis para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka balik ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya membuatkan efek Hindu-Buddha di Indonesia.
Demikianlah Materi Penjelasan Teori Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha (Teori kolonisasi dan Arus Balik), biar bermanfaa.