-->

Sejarah Kerajaan Sriwijaya (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Dan Budaya)

Sejarah Kerajaan Sriwijaya (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya)

a. Kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya ialah sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatera Selatan. Menurut para ahli, sentra Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan sudah berdiri pada periode ke-7 M. Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan diberita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua, yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari luar negeri.

Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga Batu (683), Kota Kapur (686), Karang Berahi (686), Palas Pasemah dan Amoghapasa (1286). Sementara itu, prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain; Ligor (775), Nalanda, Piagam Laiden, Tanjore (1030 M), Canton (1075 M), Grahi (1183 M) dan Chaiya (1230). 

Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri ialah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Lingwai-tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua. 

Kerajaan Sriwijaya ialah sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatera Selatan Sejarah Kerajaan Sriwijaya (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya)
Para sejarawan masih tidak sama pendapat tentang Sriwijaya yaitu awal berkembang dan berakhirnya serta lokasi ibu kotanya. Menurut Coedes, Sriwijaya berkembang pada periode ke-7 di Palembang dan runtuh pada periode ke-14. Pendapatnya didasarkan pada ditemukannya toponim Shih Li Fo Shih dan San Fo Tsi. Menurutnya Shih Li Fo Shih ialah perkataan Cina untuk menyebut Sriwijaya. 

Sementara itu, San Fo Tsi yang ada pada sumber Cina dari periode ke-9 hingga dengan periode ke-14 ialah abreviasi dari Shih Li Fo Shih. Slamet Mulyana beropini lain, dia sepakat dengan pendapat Coedes yang menganggap bahwa Shih Li Fo Shih ialah Sriwijaya, namun San Fo Tsi tidak sama dengan Shih Li Fo Shih. Menurutnya Sriwijaya berkembang hingga periode ke-9, dan semenjak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi). 

Mengenai ibu kota Sriwijaya, para hebat mendasarkan pendapatnya pada tempat yang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit yaitu Minanga. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 604 saka (682 M) ditemukan di tempat Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, akrab Palembang.

Adapun isi prasasti Kedukan Bukit, ialah sebagai diberikut:

Pada tahun saka 605 hari kesebelas bulan jelas bulan waiseka dapunta hyang naik di bahtera mengadakan perajalanan pada hari ketujuh bulan terang. Bulan jyestha dapunta hyang berangkat dari minanga. Tambahan dia membawa tentara dua laksa (20.000), dua ratus koli di perahu, yang berjalan darat seribu, tiga ratus dua belas banyaknya hadir di mukha upang, dengan bahagia hati, pada ghari kelima bulan jelas bulan asada, dengan lega bangga hadir membuat wanua ... . perajalanan jaya sriwijy mempersembahkan kepuasan.

Poerbacaraka beropini bahwa Minanga ialah pertemuan antara sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri, sehingga dia beropini bahwa ibu kota Sriwijaya ialah di Minangkabau. Muhammad Yamin mengartikan Minanga Tanwan ialah air tawar dan Sriwijaya ibu kotanya terletak di Palembang. Bukhori beropini sama dengan Muhammad Yamin bahwa ibu kota Sriwijaya terletak di sekitar tempat Palembang

Prasasti Kedukan Bukit isinya menceritakan bahwa pada tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682), Raja Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang naik bahtera memimpin operasi militer. Lalu pada tanggal 7 paro jelas bulan Jesta (19 Mei) Dapunta Hyang berangkat dari Minanga Tamwan untuk kembali ke ibu kota. Mereka bersukacita lantaran pulang dengan kemenangan. Pada tangga 5 Asada (16 Juni) mereka datang di Muka Upang (sebelah timur Palembang). Sesampai di ibu kota, Dapunta Hyang memerintahkan pembuatan bangunan suci sebagai tanda rasa syukur.

Prasasti Ligor A (775) ditemukan di Muangthai selatan

“Pujian terhadap raja Sriwijaya yang di ibaratkan bagai Mnu yang memdiberi berkah bagi dunia menyerupai Indra dan tiruana raja tetangga taat kepadanya ditulis pula pendirian sebuah bangunan kerikil trisamayacahtya untuk padma, pani, sakyamuni, dan wajrpani”.

Prasasti Ligor B,

Pujian bagi raja yang berhasil menaklukkan musuh-musuhnya dan ialah wujud kembar ilahi kasta yang dengan kekuatannya disebut (sebagai dewa) Wisnu, kedua mematahkan keangkuhan tiruana musuhnya (Sarwarimadawimthana). Ia ialah keturunan dari (keluarga Syailendra) yang tersohor disebut Srimaharaja.”

Prasasti Ligor yang ditemukan di semenanjung tanah Melayu menceritakan tentang Raja Sriwijaya dan pembangunan trisamayacaithya untuk menyembah dewa-dewa agama Buddha, serta sebut seorang raja berjulukan Wisnu dengan gelar Sarwarimadawimathana atau pembunuh musuh-musuh yang sombong tiada bersisa. Begitu pula prasasti Nalanda yang dikeluarkan oleh Raja Dewa Paladewa. Isinya sebut tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh Raja Balaputradewa, Raja Sriwijaya yang menganut agama Buddha.

Daerah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaya, dan Muangthai Selatan. melaluiataubersamaini menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa, Kerajaan Sriwijaya menguasai jalur kemudian lintas pelayaran dan perdagangan internasional. Untuk itu penghasilan negara Sriwijaya terutama diperoleh dari perdagangan (komoditas ekspor dan bea cukai kapal-kapal yang singgah di wilayah Sriwijaya). Jadi, kerajaan ini lebih menitikberatkan pada bidang bahari dan perdagangan. 

Sejak pertengahan periode ke-9, Sriwijaya diperintah oleh Dinasti Syailendra. Hal ini ditetapkan dalam prasasti Nalanda di India, yang menguraikan undangan Raja Balaputradewa dari Sriwijaya kepada Raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan wihara di Nalanda pada tahun 860. 

Disebutkan juga dalam prasasti itu, bahwa Balaputradewa ialah putra Samaragrawira, yaitu raja Jawa dari Dinasti Syailendra. Prasasti kota kapur (686 M) isinya tentang dongeng peperangan dan sumpah atau kutukan bagi orang-orang yang melanggar peraturan dan kehendak penguasa. Adapun yang lebih menarikdanunik tentang isi prasasti ini, ialah penggalan terakhir yang berbunyi:

“Tahun saka 608 hari pertama bulan jelas bulan waisaka, itulah

waktunya sumpah ini dipahat, pada waktu itu tentara Sriwijaya

berangkat tanah Jawa lantaran tidak mau tunduk kepada Sriwijaya.”

Dari prasasti tersebut sanggup ditarik kesimpulan bahwa Sriwijaya pernah ada upaya untuk menaklukkan Jawa. Para hebat membuktikan bahwa kerajaan di Jawa yang ditaklukkan ialah Tarumguagara. Hubungan dengan India tidak bertahan lama, alasannya pada awal periode ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala melaksanakan penyerbuan besar-bemasukan ke wilayah Sriwijaya, antara lain Kedah, Aceh, Nikobar, Binanga, Melayu, dan Palembang. Berita penyerangan tersebut ada dalam prasasti Tanjore di India Selatan. 

Tetapi, penyerbuan Colamandala sanggup dipukul mundur atas menolongan Raja Airlangga dari Jawa Timur. Atas jasanya ini, Airlangga dinikahkan dengan Sanggramawijayatunggadewi, putri Raja Sriwijaya. Kekuatan Sriwijaya mulai menurun sehabis berhasil memukul mundur pasukan Colamandala. 

Menurunnya kekuatan itu sanggup terlihat dari ketidakmampuannya mengawasi dan memdiberi santunan bagi pelayaran dan perdagangan yang ada di perairan Indonesia. Keadaan itu dimanfaatkan juga oleh kerajaan-kerajaan vasal (bawahan) untuk melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya, mirip yang dilakukan oleh kerajaan Malayu (Jambi). Prasasti Tanjore (1030) yang dikeluarkan oleh Rjendra mencakup 

Tentara Colal melaksanakan serangan dua kali ke beberapa negeri diantaranya ke Sriwijaya, pertama tahun 1015 dan kedua 1025. Pada serangan kedua berhasil menawan rajanya yang berjulukan Sri Sangramwijaya Tunggawarman, sehabis meminta maaf, dia ditakhtakan kembali.

Sementara itu, prasasti Wirarajendra, yang dikeluarkan oleh Raja Cola (1068), mencakupkan bahwa pasukan Cola menyerang kembali Sriwijaya tahun 1067. Selanjutnya pada periode ke-13 dan ke-14, kebemasukan Sriwijaya tidak pernah disebut-sebut lagi dalam sumber-sumber sejarah. Jadi, kapan Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan ? Menurut catatan Cina, utusan Sriwijaya terakhir hadir ke Cina pada tahun 1178. Selain itu, pada catatan Chufan-chi yang ditulis oleh Chau Ju Kua tahun 1225 disebutkan bahwa Palembang (ibu kota Sriwijaya) sudah menjadi negeri taklukan Malayu.


Kerajaan Sriwijaya ialah salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya bisa menyebarkan diri sebagai negara bahari yang pernah menguasai kemudian lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. 

Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapal-kapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian.


Prasasti Amoghpasha (1286) berbunyi 
“Pada tahun saka 1208 .....tatkala itulah arca paduka amoghappasa lokeswara dengan empat belas pengikutnya serta tujuh ratna permata dibawa dari bhumi Jawa ke suwarnabhumi supaya ditegakan. 
Sumber sejarah lain terkena Kerajaan Sriwijaya sanggup dilihat dari diberita Cina. Berita itu hadir dari seorang pendeta yang berjulukan I-Tsing yang pada tahun 671 berdiam di Sriwijaya untuk mencar ilmu tata bahasa Sanskerta sebagai persiapan kunjungannya ke India. I-Tsing sebut bahwa di negeri Sriwijaya dikelilingi oleh benteng. Di negeri ini ada seribu orang pendeta yang mencar ilmu agama Buddha.

Seperi halnya di India, para pendeta Cina yang mau mencar ilmu agama ke India dianjurkan untuk mencar ilmu terlebih lampau di Sriwijaya selama satu hingga dua tahun. Disebutkan juga bahwa para pendeta yang mencar ilmu agama Buddha di Sriwijaya dibimbing oleh seorang guru yang sangat populer berjulukan Sakyakirti. Berdasarkan diberita I-Tsing sanggup disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya semenjak periode ke-7 M ialah sentra kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara.

Prasasti Nalanda meliputi tentang pembebasan tanah untuk pendirian sebuah biara atas undangan raja Swarnadiva, Balaputradewa, cucu raja Jawa berjuluk Wirawairimathana, yang berputra Samaargrawira yang berkeluargai putri Raja Dharmasetu. Dari prasasti-prasasti tersebut kita sanggup menarikdanunik kesimpulan bahwa raja sangat memperhatikan dunia pendidikan dalam memajukan dan menyebarkan kerajaannya. Pendidikan yang berbasis pengajaran agama Buddha disatu sisi sudah membawa corak kehidupan yang khas pada masyarakat Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya ialah sentra agama Buddha di Asia Tenggara. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya biksu yang terdapat di Sriwijaya beserta sentra pendidikannya. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan, bahwa penduduk yang beragama Hindu terdapat pula di Sriwijaya. 

Prasasti Talang Tuo isinya sebut tentang pembuatan kebun Sriksetra atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai suatu pranidhana (na ar). Di samping itu, terdapat doa dan keinginan yang menawarkan sifat agama Buddha. Sebaliknya, prasasti Karang Berahi, prasasti Telaga Batu, dan prasasti Palas Pasemah umumnya meliputi doa, kutukan, dan bahaya terhadap orang yang melaksanakan kejahatan dan tidak taat pada peraturan Raja Sriwijaya. 

Adapun penyebab keruntuhan kerajaan Sriwijaya sanggup dilihat pada materi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

Demikianlah Materi Sejarah Kerajaan Sriwijaya, semoga bermanfaa.
LihatTutupKomentar