Pemerintahan Zaman Orde Baru dan Lahirnya Supersemar
Orde Baru yaitu suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. melaluiataubersamaini kata lain, Orde Baru yaitu suatu orde yang memiliki perilaku dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. melaluiataubersamaini demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1966, presiden mengucapkan pidato di depan rakyat dari halaman Istana Merdeka yang dikenal dengan nama “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, disingkat “Jasmerah”. Pidato yang kemudian menjadi pidato 17 Agustus Presiden Soekarno yang terakhir tersebut menerima reaksi dari banyak sekali kalangan dan menjadi materi perperihalan politik, yang di beberapa daerah mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan fisik.
Pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan Sidang Kabinet Dwikora yang sudah disempurnakan yang dipimpin pribadi oleh Presiden Soekarno dengan tujuan untuk mencari jalan keluar terbaik biar sanggup menuntaskan krisis yang memuncak secara bijak. Ketika sidang tengah berlangsung, asisten presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal.
Untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan, maka Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Waperdam II (Wakil Perdana Menteri II) Dr J. Laimena. melaluiataubersamaini helikopter, Presiden Soekarno didampingi Waperdam I, Dr Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Seusai sidang kabinet, Dr J. Laimena pun menyusul ke Bogor.
Tiga orang perwira tinggi yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk minta izin akan menghadap presiden. Pada hari itu juga, tiga orang perwira tinggi setuju untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan tujuan untuk meyakinkan kepada Presiden Soekarno bahwa ABRI khususnya AD tetap siap siaga mengatasi keadaan.
Di Istana Bogor Presiden Soekarno didampingi Dr Subandrio, Dr J. Laimena, dan Chaerul Saleh serta ketiga perwira tinggi tersebut melaporkan situasi di ibukota Jakarta. Mereka juga memohon biar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan.
Kemudian presiden mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut yaitu ketiga perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bersama Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat itulah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil tindakan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai diberikut.
a. Tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah surat keputusan yang meliputi pembubaran dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya, beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tangal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya menerima sambutan dan sumbangan dari seluruh rakyat lantaran ialah salah satu realisasi dari Tritura.
b. Tanggal 18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam G 30 S/PKI dan diragukan budpekerti baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.
c. Tanggal 27 Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk di dalam kabinet ini yaitu mereka yang terang tidak terlibat dalam G 30 S/PKI.
d. Memmembersihkankan forum legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan DPRGR yang diduga terlibat G 30 S/PKI. Sebagai tindak lanjut kemudian dibuat pimpinan DPRGR dan MPRS yang baru. Pimpinan DPRGR gres memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
e. Memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan administrator sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi didiberi kedudukan sebagai menteri. MPRS dimembersihkankan dari unsur-unsur G 30 S/PKI. Seperti halnya dengan DPRGR, keanggotaan PKI dalam MPRS ditetapkan gugur. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, MPRS memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada forum kepresidenan.
Pengamanan Menteri-Menteri Kabinet Dwikora
Mayjen. Soeharto selaku pengemban Supersemar mengambil tindakan dengan “pengamanan” terhadap sejumlah Menteri Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam G 30 S/PKI, yaitu sebagai diberikut:
1. Dr. Subandrio : Wakil PM I, Menteri Departemen Luar Negeri, Menteri Luar Negeri/Hubungan Ekonomi Luar Negeri.
2. Dr. Chaerul Saleh : Wakil PM III, Ketua MPRS.
3. Ir. Setiadi Reksoprodjo : Menteri Urusan Listrik dan Ketenagaan.
4. Sumardjan : Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
5. Oei Tju Tat, S.H. : Menteri Negara dipermenolongkan kepada presidium kabinet.
6. Ir. Surachman : Menteri Pengairan dan Pembangunan Desa.
7. Jusuf Muda Dalam : Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Negara Indonesia.
8. Armunanto : Menteri Pertambangan.
9. Sutomo Martopradoto : Menteri Perburuhan.
10. A. Astrawinata, S.H : Menteri Kehakiman.
11. Mayjen. Achmadi : Menteri Penerangan di bawah presidium kabinet.
12. Drs. Moh. Achadi : Menteri Transmigrasi dan Koperasi.
13. Letkol. Imam Sjafei : Menteri Khusus Urusan Pengamanan.
14. J.K Tumakaka : Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional.
15. Mayjen. Dr. Soemarno : Menteri/Gubernur Jakarta Raya.
Tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai diberikut.
a. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
b. Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
c. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.
d. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
e. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap.MPRS yang Berperihalan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
f. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.
g. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia.
melaluiataubersamaini berakhirnya Sidang Umum IV MPRS, berarti landasan awal Orde Baru berhasil ditegakkan. Demikian pula dua dari tiga tuntutan rakyat (Tritura) sudah dipenuhi, yaitu pembubaran PKI dan pemmembersihkanan kabinet dari unsur-unsur PKI. Sementara itu, tuntutan ketiga, yaitu penurunan harga yang berarti perbaikan bidang ekonomi belum diwujudkan. Hal itu terjadi lantaran syarat mewujudkannya perlu dilakukan dengan pembangunan secara terus-menerus dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pelaksanaan pembangunan biar lancar dan mencapai hasil terbaik memerlukan stabilitas nasional.
Pembubaran PKI serta pernyataan PKI dan ormas-ormasnya sebagai organisasi terlarang di Indonesia diputuskan oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966.
Pelurusan forum legislatif dan administrator pasca-Supersemar
Pelurusan forum legislatif dan administrator oleh pengemban Supersemar meliputi hal-hal diberikut ini.
a. Pimpinan DPRGR tidak didiberi kedudukan sebagai menteri, alasannya yaitu DPRGR yaitu forum legislatif, sedangkan menteri yaitu jabatan dalam forum eksekutif.
b. Kedudukan presiden dikembalikan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yakni di bawah MPRS bukan sebaliknya.
Demikianlah materi Penjelasan Pemerintahan Zaman Orde Baru dan Lahirnya Supersemar, semoga bermanfaaat.