-->

Penjelasan Peninggalan Kebudayaan Hindu-Buddha Di Indonesia (Kedua)

Sambungan Materi Penjelasan Peninggalan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia  - Ditemukannya prasasti di Kalimantan Timur, yaitu bukti pertama kali adanya efek Hindu-Buddha di Indonesia. Prasasti itu menunjukan ada Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Tulisan pada watu yang berbentuk yupa itu memakai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. 

Pada perkembangan selanjutnya, ditemukan juga prasasti-prasasti di tempat lain ibarat Jawa dan Sumatera, peninggalan Kerajaan Tarumanagara, Mataram Lama, dan Sriwijaya, yang tiruananya menerima efek unsur-unsur budaya India terutama unsur-unsur Hindu-Buddha.

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini sanggup dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam aneka macam bidang, antara lain sebagai diberikut.

1. Bidang agama, yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuk efek India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat pada ketika itu melaksanakan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. 

melaluiataubersamaini masuknya efek Hindu-Buddha, kepercayaan orisinil bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau ibarat dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini mengatakan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan orisinil bangsa Indonesia.

2. Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat terang dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya efek agama Hindu-Buddha di Indonesia sepertinya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup beberapa aspek daerah-daerah yang terbatas. 

Pimpinan dipegang oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. melaluiataubersamaini masuknya efek India, membawa efek terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha yaitu Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarikdanunik di Indonesia yaitu adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.

3. Bidang pendidikan membawa efek bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun forum pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi forum pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Bukti-bukti yang mengatakan sudah berkembangnya pendidikan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:

a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina, sebut bahwa sebelum ia hingga ke India, ia terlebih lampau singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga ia tetapkan untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. 

Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi ke India untuk mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih lampau agama Buddha di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini mengatakan bahwa pendidikan agama Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan sepertinya menjadi yang terbesar di tempat Asia Tenggara pada ketika itu.

b. Prasasti Nalanda yang dibentuk pada sekitar pertengahan era ke-9, dan ditemukan di India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja Dewapaladewa semoga mempersembahkan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang dipakai sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya. 

Berdasarkan prasasti tersebut kita sanggup melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama Buddha di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk mencar ilmu agama Buddha eksklusif ke tempat kelahirannya yaitu India. Tidak tidak mungkin bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama sebagai sentra pengajaran dan pendidikan agama Buddha.

c. Catatan perjalanan I-Tsing sebut bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya yaitu untuk bekerja sama dengan pendeta Ho-Ling yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bab terakhir kitab Nirwanasutra. Dari diberita ini mengatakan bahwa di Jawa pun sudah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi referensi bagi pendeta yang berasal dari tempat lain untuk bahu-membahu mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.

d. Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga sebut tentang pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama ialah suatu tempat yang dibangun sebagai sentra pendidikan dan pengajaran keagamaan.

Hal ini mengatakan besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan mempersembahkan akomodasi berupa pembuatan bangunan yang akan dipakai sebagai masukana pendidikan dan pengajaran.

e. Istilah surau yang dipakai oleh orang Islam untuk menunjuk forum pendidikan Islam tradisional di Minangkabau bahwasanya berasal dari efek Hindu-Buddha. Surau ialah tempat yang dibangun sebagai tempat diberibadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja Adityawarman. Pada masa itu, surau dipakai sebagai tempat berkumpul para cowok untuk mencar ilmu ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti serius kajian dari Hindu-Buddha pada fatwa Islam.

4. Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada kondusif kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,

a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada kondusif kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada kondusif kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada kondusif kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada kondusif kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada kondusif kerajaan Majapahit.

5. Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candi-candi, terutama candi Borobudur dan Prambanan menunjukkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang hingga sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief menunjukkan jenis tarian ibarat tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut sepertinya diiringi dengan gamelan yang terlihat dari relief yang menunjukkan jenis alat gamelan yang terbatas ibarat gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan gong.

6. Bidang Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha. Pemilihan epik sebagai hiasan relief candi dikenal pertama kali pada candi Prambanan yang dibangun pada permulaan era ke-10. 

Epik yang tertera dalam relief candi Prambanan mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam dongeng Ramayana. Hiasan relief candi Penataran pada masa Kediri mengambil epik kisah Mahabharata. Sementara itu, kisah Mahabharata juga menjadi epik yang dipilih sebagai relief pada dua candi peninggalan kerajaan Majapahit, yaitu candi Tigawangi dan candi Sukuh.

7. Seni Arca dan Patung, sebagai akhir akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama Hindu-Buddha maka beberapa keluarga raja diperdewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi makam. Arca-arca tuhan tersebut dipercaya ialah lambang keluarga raja yang dicandikan dan tidak tidak mungkin termasuk di dalamnya kepribadian dan tabiat dari keluarga raja tersebut. 

Ditemukannya prasasti di Kalimantan Timur Penjelasan Peninggalan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia (Kedua)
Arca Brahmana
Oleh lantaran itu, arca tuhan tersebut sering diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia menunjukkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan ialah bentuk peniruan dari India. 

Beberapa teladan raja yang diarcakan yaitu Raja Rajasa yang diperdewa sebagai Siwa di candi makam Kagenengan, Raja Anusapati sebagai Siwa di candi makam Kidal, Raja Wisnuwardhana sebagai Buddha di candi makam Tumpang, Raja Kertguagara sebagai Wairocana Locana di candi makam Segala dan Raja Kertarajasa Jayawardhana sebagai Harihara di candi makam Simping.

Patung-patung tuhan dalam agama Hindu yang ialah peninggalan sejarah di Indonesia, antara lain:

a. Arca watu Brahma.
b. Arca perunggu Siwa Mahadewa.
c. Arca watu Wisnu.
d. Arca-arca di Prambanan, di antaranya arca Lorojongrang.
e. Arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur.
f. Arca Gguasa, yaitu tuhan yang berkepala gajah sebagai tuhan ilmu pengetahuan.

8. Seni pertunjukan, terutama seni wayang hingga kini ialah salah satu bentuk seni yang masih terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang bermacam-macam bentuknya ibarat wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang sepertinya sudah dikenal oleh bangsa Indonesia semenjak kondusif prasejarah.

Ditemukannya prasasti di Kalimantan Timur Penjelasan Peninggalan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia (Kedua)
Seni Wayang
Pertunjukan wayang pada masa ini selalu dikaitkan dengan fungsi magisreligius yaitu sebagai bentuk upacara pemujaan pada arwah nenek moyang yang disebut Hyang . Kehadiran arwah nenek moyang diwujudkan dalam bentuk bayangan dari sebuah wayang yang terbuat dari kulit. Lakon wayang pada masa ini lebih banyak menceritakan tentang kepahlawanan dan petualangan nenek moyang, ibarat lakon-lakon “Dewi Sri” atau “Murwakala”. 

Pertunjukan wayang diadakan pada malam hari di tempat-tempat yang dianggap keramat. Pada masa Hindu-Buddha, kebudayaan pertunjukan wayang ini terus dilanjutkan dan lebih berkembang lagi dengan cerita-cerita yang lebih kaya.

Cerita-cerita yang dikembangkan dalam seni wayang kemudian sebagian besar mengambil epik yang berkembang dari agama Hindu-Buddha terutama dongeng Ramayana dan Mahabharata. Meskipun demikian, sepertinya dongeng yang dikembangkan dalam seni pertunjukan wayang tidak seluruhnya ialah budaya atau dongeng yang sepenuhnya berasal dari India. Unsur-unsur budaya orisinil mempersembahkan ciri tersendiri dan utama dalam seni wayang.

Hal ini terlihat dengan dimasukkannya tokoh-tokoh gres yang kita kenal dengan sebutan Punakawan. Tokoh-tokoh punakawan ibarat Bagong, Petruk dan Gareng (dalam seni wayang golek disebut Astrajingga atau Cepot, Dewala dan Gareng) tidak akan kita temukan dalam cerita-cerita epik terkenal India ibarat Ramayana dan Mahabharata, alasannya yaitu penciptaan tokoh-tokoh tersebut orisinil dari Indonesia.

Munculnya tokoh Punakawan ini untuk pertamakalinya diperkenalkan oleh Mpu Panuluh yang hidup pada kondusif kerajaan Kediri. Dalam karya sastranya yang berjudul Ghatotkacasraya, Mpu Panuluh menampilkan unsur punakawan yang berjumlah tiga, yaitu Punta, Prasanta dan Juru Deh sebagai hamba atau abdi tokoh Abhimanyu, putra Arjuna. Dalam karyanya tersebut, Mpu Panuluh masih menggambarkan tokoh punakawan sebagai tokoh figuran yang kaku dan porsi dongeng terbesar masih dipegang oleh tokoh-tokoh utama.

Pada perkembangan selanjutnya tokoh punakawan ini menjadi tokoh penting dalam seni pertunjukan wayang, alasannya yaitu mempersembahkan unsur humor dan dagelan yang sanggup membangun dongeng wayang lebih menarikdanunik lagi. Dimasukkannya tokoh-tokoh punakawan juga seperti untuk menggambarkan hubungan antara bangsa India dengan penduduk asli. 

Pembauran budaya orisinil dengan budaya Hindu-Buddha terlihat juga pada pencampuradukan antara mitos-mitos usang dengan cerita-cerita gres dari India. Misalnya dalam kitab Pustaka Raja Purwa menggambarkan dewa-dewa agama Hindu yang turun ke bumi dan menjadi penguasa di tanah Jawa. Sang Hyang Syiwa menjadi raja di Medang Kamulan, Sang Hyang Wisnu menggantikan kedudukan Prabu Watu Gunung dengan gelar Brahma Raja Wisnupati.

9. Bidang seni bangunan ialah salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain yang berkaitan bersahabat dengan kehidupan keagamaan, seperti: ulan dan satra ialah semacam pesanggrahan atau tempat bermalam para peziarah; sima yaitu tempat perdikan yang berkewajiban memelihara bangunan suci di suatu daerah; patapan yaitu tempat melaksanakan tapa; samba-sambaran yang berarti tempat persembahan; meru ialah bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan pegunungan Mahameru sebagai tempat tinggal dewa-dewa agama Hindu.

Demikianlah Materi Penjelasan Peninggalan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia, semoga bermanfaa.
LihatTutupKomentar