-->

Teori-Teori Wacana Religi Berdasarkan Para Ahli

Teori-Teori tentang Religi Menurut Para Ahli - Manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya. Manusia melaksanakan banyak sekali macam cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tersebut. Menurut teori yang terpenting, sikap insan bersifat religi lantaran sebab-sebab sebagai diberikut.

a. Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh.
b. Manusia mengakui adanya banyak sekali tanda-tanda yang tidak sanggup dijelaskan dengan akal.
c. Keinginan insan untuk menghadapi banyak sekali krisis yang senantiasa dialami insan dalam daur hidupnya.
d. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami insan di alam sekelilingnya.
e. Adanya getaran (yaitu emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa insan sebagai masyarakat negara masyarakat.
f. Manusia mendapatkan suatu firman dari Tuhan.

Adapun teori-teorinya antara lain sebagai diberikut.

 Manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya Teori-Teori tentang Religi Menurut Para Ahli
Teori ini dikemukakan oleh E.B. Tylor. Menurut Tylor, asal mula religi yaitu kesadaran insan akan konsep roh. Hal itu terjadi lantaran dua sebab.

1) Perbedaan yang tampak antara benda hidup dan benda yang mati. Makhluk yang masih sanggup bergerak disebut makhluk hidup, tetapi apabila tidak bergerak lagi, maka itu berarti bahwa makhluk tersebut mati. 

melaluiataubersamaini demikian, insan lama-kelabuaan mulai menyadari bahwa gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di samping badan jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus disebut roh).

2) Pengalaman bermimpi. Dalam mimpinya insan melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain kawasan ia terpulas. Maka ia mulai membedakan antara badan jasmaninya yang berada di kawasan pulas, dan cuilan lain dari dirinya, yaitu jiwanya (rohnya), yang pergi ke kawasan lain.

Teori ini dikemukakan oleh J.G. Fraser. Dalam bukunya The Golden Bough jilid I menyerupai ditulis oleh Koentjaraningrat (2002:196–197), ia menyampaikan bahwa insan memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan nalar dan sistem pengetahuannya, tetapi nalar dan sistem pengetahuan insan terbatas. Makin maju kebudayaannya, makin luas batas nalar itu. Dalam banyak kebudayaan batas nalar insan masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tidak sanggup mereka pecahkan dengan akal, dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib.

Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, insan spesialuntuk memakai ilmu mistik untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan nalar dan pengetahuannya. Ketika mereka menyadari bahwa ilmu mistik tidak bermanfaa bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa, dengan siapa insan kemudian mulai mencari hubungan, sehingga timbullah religi.

Pandangan menyerupai ini dikemukakan oleh M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905) dan A. van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1909). Dalam buku yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1002: 197), kedua pakar menyatakan bahwa selama hidupnya insan mengalami banyak sekali krisis yang sangat ditakuti oleh manusia, dan lantaran itu menjadi objek dari perhatiannya. Terutama terhadap tragedi sakit dan maut, segala kepandaian, kekuasaan, dan harta benda yang dimilikinya, insan tidak berdaya.

Bagi manusia, ada saat-saat ketika insan simpel jatuh sakit atau tertimpa bencana. Misalnya masa kanak-kanak, atau ketika ia beralih dari usia perjaka ke usia dewasa, masa hamil, melahirkan, dan ketika ia menghadapi sakratul maut. Pada saat-saat menyerupai itu insan merasa perlu melaksanakan sesuatu untuk memperteguh imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-perbuatan inilah yang ialah awal dari religi dan ialah bentuk-bentuk yang tertua.

Pendapat ini diajukan oleh R.R. Marret. Ia tidak sependapat dengan Tylor. Menurutnya, kesadaran menyerupai itu terlalu kompleks bagi pikiran makhluk insan yang gres berada pada tingkat-tingkat awal dari kehidupannya. Ia juga menyampaikan bahwa awal dari segala sikap keagamaan ditimbulkan oleh perasaan tidak berdaya dalam menghadapi gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupannya. 

Alam dianggap sebagai kawasan adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang sudah dikenalnya dalam alam sekelilingnya, disebut the supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai akhir dari kekuatan supernatural (atau kekuatan sakti).

Tokoh teori ini yaitu E. Durkheim. Inti dari teori menyerupai terdapat dalam buku goresan pena Koentjaraningrat (2002 : 199) yaitu sebagai diberikut.

1) Sejak awal keberadaannya di muka bumi, insan berbagi religi lantaran adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwanya lantaran adanya emosi terhadap keagamaannya, dan bukan lantaran dalam pikirannya insan membayangkan adanya roh yang abstrak, berupa kekuatan yang menjadikan hidup dan gerak dalam alam semesta ini.

2) Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang mencakup beberapa aspek rasa keterkaitan, bakti, cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang baginya ialah seluruh dunianya.

3) Emosi keagamaan tidak selalu berkobar-kobar setiap ketika dalam dirinya. Apabila tidak dirangsang dan dipelihara, emosi keagamaan itu menjadi latent (melemah), sehingga perlu dikorbarkan kembali, antara lain melalui kontraksi masyarakat (mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa).

4) Emosi keagamaan yang muncul itu membutuhkan suatu objek tujuan. Mengenai apa yang menjadikan bahwa sesuatu hal menjadi objek dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau guah dan megah, tetapi adanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat, contohnya lantaran salah satu insiden secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga sanggup bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profan (tidak keramat), yang tidak mempunyai nilai keagamaan.

5) Suatu objek keramat sebetulnya ialah lambang dari suatu masyarakat. Pada suku-suku bangsa orisinil di Australia, objek keramat yang menjadi objek emosi kemasyarakatannya sering kali berwujud suatu jenis binatang atau tumbuh-tumbuhan. Para pakar menyebut prinsip yang berada dibelakang objek dari suatu kelompok dalam masyarakat (misalnya klan atau kelompok kerabat) dengan istilah totem.

Selanjutnya baca juga Materi Fungsi Psikologis dan Sosial Agama atau Religi dan KepercayaanDemikianlah penjelasan Teori-Teori tentang Religi, biar bermanfaa.
LihatTutupKomentar