-->

Sejarah Perlawanan Kaum Paderi Terhadap Belanda (1821–1838)

Sejarah Perlawanan Kaum Paderi Terhadap Belanda (1821–1838) - Perang Paderi melawan Belanda berlangsung 1821–1838, tetapi gerakan Paderi sendiri sudah ada semenjak awal kurun ke-19. Di lihat dari samasukannya, gerakan Paderi sanggup dibagi menjadi dua periode.

a. Periode 1803–1821 yaitu masa perang Paderi melawan Adat dengan corak keagamaan.
b. Periode 1821–1838 yaitu masa perang Paderi melawan Belanda dengan corak keagamaan dan patriotisme.

Sejak tahun 1821 ketika kembalinya tiga orang haji dari Mekkah, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang, gerakan Paderi melawan kaum Adat dimulai. Kaum Paderi berkeinginan memperbaiki masyarakat Minangkabau dengan mengembalikan kehidupannya yang sesuai dengan pemikiran Islam yang sebenarnya. Padahal kaum Adat justru ingin melestarikan budbahasa istiadat warisan leluhur mereka.

Sejarah Perlawanan Kaum Paderi Terhadap Belanda  Sejarah Perlawanan Kaum Paderi Terhadap Belanda (1821–1838)Adat yang selama itu dianut dan yang menjadi samasukan gerakan Paderi yaitu kebiasaan-kebiasaan buruk, ibarat menyabung ayam, berjudi, madat, dan minum-minuman keras. Terjadilan perbenturan antara kaum Adat dengan kaum Paderi. Kaum Adat yang merasa terdesak, lalu minta menolongan kepada pihak ketiga, yang tiruanla Inggris lalu digantikan oleh Belanda (berdasarkan Konvensi London).

Perang Paderi melawan Belanda meletus ketika Belanda mengerahkan pasukannya menduduki Semawang pada tanggal 18 Februari 1821. Masa Perang Paderi melawan Belanda sanggup dibagi menjadi tiga periode.

a. Periode 1821–1825, ditandai dengan meletusnya perlawanan di seluruh tempat Minangkabau. Di bawah pimpinan Tuanku Pasaman, kaum Paderi menggempur pos-pos Belanda yang ada di Semawang, Sulit Air, Sipinan, dan tempat-tempat lain. 

Pertempuran menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Tuanku Pasaman lalu mengundurkan diri ke tempat Lintau. Sebaliknya, Belanda yang sudah berhasil menguasai Lembah Tanah Datar, lalu mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar (Fort Van den Capellen).

b. Periode 1825–1830, ditandai dengan meredanya pertempuran. Kaum Paderi perlu menyusun kekuatan, sedangkan pihak Belanda gres memusatkan perhatiannya menghadapi perlawanan Diponegoro di Jawa.

c. Periode 1830–1838, ditandai dengan perlawanan di kedua belah yang makin menghebat. Pemimpin di pihak Belanda, antara lain Letkol A.F. Raaff, Kolonel de Stuer, Mac. Gillavry dan Elout, sedangkan di pihak Paderi ialah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku nan Gapuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik dan Tuanku Tambusi. Pada tahun 1833, Belanda mengeluarkan Pelakat Panjang yang isinya, antara lain sebagai diberikut.

a. Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak yang berat dan kerja rodi.
b. Belanda akan bertindak sebagai penengah kalau terjadi perselisihan antarpenduduk.
c. Penduduk boleh mengatur pemerintahan sendiri.
d. Hubungan dagang spesialuntuk diperbolehkan dengan Belanda.

Belanda menjalankan siasat pengepungan mulai masuk tahun 1837 terhadap Benteng Bonjol. Akhirnya, Benteng Bonjol berhasil dilumpuhkan oleh Belanda. Selanjutnya, Belanda mengajak berunding kaum Paderi yang berujung pada penangkapan Tuanku Imam Bonjol (25 Oktober 1837). 

Sesudah ditahan, Tuanku Imam Bonjol dimembuang ke Cianjur, dipindahkan ke Ambon (1839), dan tahun 1841 dipindahkan ke Manado sampai wafat tanggal 6 November 1864.Perlawanan kaum Paderi lalu dilanjutkan oleh Tuanku Tambusai. Sesudah Imam Bonjol tertangkap, jadinya seluruh Sumatra Barat jatuh ke tangan Belanda. Itu berarti seluruh perlawanan dari kaum Paderi berhasil dipatahkan oleh Belanda.

Demikianlah Materi Sejarah Perlawanan Kaum Paderi Terhadap Belanda (1821–1838), supaya bermanfaa.
LihatTutupKomentar