Kehidupan Sosial Budaya Kepercayaan Bahasa Manusia Purba Masa Bercocok Tanam - Perkembangan volume otak insan purba mendorong mereka untuk berpikir lebih maju daripada sebelumnya. melaluiataubersamaini kemajuan berpikir, sikap mereka pun makin teratur. Pada masa ini masyarakatnya sudah bertempat tinggal menetap, meski suatu ketika bisa berpindah.
Ketika bertempat tinggal untuk waktu yang relatif lama, mereka menyiapkan persediaan kuliner untuk satu waktu tertentu. melaluiataubersamaini demikian, mereka tak perlu lagi mengembara mencari kuliner ke tempat lain.
Kehidupan bercocok tanam pertama kali yang dikenal insan purba yaitu berhuma. Berhuma yaitu bercocok tanam dengan cara memmembersihkankan hutan dan kemudian menanaminya. Sesudah tanahnya tak rindang, mereka mencari hutan lain untuk dihumakan. Sesudah bosan berhuma, insan purba segera mencari logika guna mempergampang hidup mereka. Mulailah mereka bercocok tanam dan beternak.
melaluiataubersamaini bercocok tanam mereka akan lebih usang bertempat tinggal alasannya dalam bercocok tanam diharapkan keteraturan waktu dan waktu tersebut tidaklah singkat.
Mungkin sekali jenis-jenis tumbuhan pada tahap awal kegiatan bercocok tanam yaitu ubi, sukun, keladi, dan pisang. Memelihara binatang ternak bertujuan semoga mereka tak perlu lagi berburu binatang liar.
Mungkin sekali jenis-jenis tumbuhan pada tahap awal kegiatan bercocok tanam yaitu ubi, sukun, keladi, dan pisang. Memelihara binatang ternak bertujuan semoga mereka tak perlu lagi berburu binatang liar.
Mereka tinggal menyembelih binatang ternak mereka. Kehidupan bercocok tanam dan beternak ini disebut juga sebagai food producting atau menghasilkan kuliner sebagai perkembangan dari food gathering atau mengumpulkan makanan.
Melalui bercocok tanam, insan purba menjadi saling mengenal dengan sesamanya. Hubungan kelompok A dengan kelompok B menjadi lebih erat. Ini terjadi alasannya dalam memenuhi kehidupannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama, bergotong-royong. Teknik gotong-royong berlaku pula ketika membangun tempat tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah hutan.
Adanya kebutuhan hidup mendorong insan purba untuk hidup dengan memanfaatkan alam. Sebelumnya, teladan hidup berburu dan mengumpulkan makakan mengakibatkan jumlah kuliner pokok (tumbuhan dan hewan) yang disediakan alam makin menipis. Untuk mengatasi problem itu, insan kemudian bercocok tanam dan menjinakkan binatang untuk dipelihara.
melaluiataubersamaini kemampuan komunikasi antarsesama mengakibatkan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya. melaluiataubersamaini dipilih seorang pemimpin kelompok, setiap orang menerima kiprah sosial. Semakin banyak populasi dan semakin banyaknya kebutuhan insan akan alam, mengakibatkan persaingan antarsesama. Oleh alasannya itu, dibentuklah suatu tatanan sosial masyarakat yang mesti ditaati oleh anggotanya.
Kehidupan agraris yang ditimbulkan dari menetapnya tempat tinggal insan purba, mengakibatkan adanya saling ketergantungan antarmereka. Ketergantungan ini di antaranya yaitu ketergantungan akan hasil bumi yang tak dimiliki seseorang atau suatu keluarga. Maka dari itu, mereka membutuhkan orang atau pihak lain yang memunyai hasil bumi yang diperlukannya itu.
melaluiataubersamaini demikian, terjadilah kegiatan barter. Aksi tukar barang ini dilakukan dengan cara tukar-menukar hasil bumi. Sistem ini ialah teladan perdagangan yang primitif sekali. Aktifitas tukar barang ini memungkinkan terbentuknya kelompok baru, yakni kelompok yang khusus menjalankan agresi tukar barang dan berdiam di sebuah tempat yang sudah disahkan bersama, yakni pasar tradisional.
Di pasar ini mereka menjajakan barang-barang kebutuhan guna ditular oleh barang kebutuhan lain. Hingga kini keberadaan pasar tradisional yang masih memberlakukan sistem tukar barang masih sanggup dijumpai di daerah-daerah pedalaman.
Semakin lama, teladan bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari tiruanla menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, insan lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Mereka mulai memperhalus peralatan mereka.
Dari sinilah timbul perkakasperkakas yang lebih beragama dan maju secara teknologi daripada masa berburu dan mengumpulkan makanan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau pun tanah liat. Hasil-hasil temuan yang menawarkan budaya pada ketika itu yaitu beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, dan perhiasan.
(1) Beliung persegi: diduga dipergunakan dalam upacara; banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu, dan beberapa tempat di Asia Tenggara.
(2) Kapak lonjong: umumnya terbuat dari kerikil kali yang berwarna kehitam-hitaman; dibuat dengan cara diupam sampai halus; ditemukan di tempat Maluku, Papua, Sulawesi Utara, Filipina, Taiwan, Cina.
(3) Mata panah: dipakai sebagai alat berburu dan menangkap ikan; untuk menangkap ikan mata panahnya dibuat bergerigi dan terbuat dari tulang, mata panah untuk menangkap ikan ini banyak ditemukan di dalam goa-goa di pinggir sungai; orang Papua kini masih memakai mata panah untuk menangkap ikan dan berburu, namun terbuat dari kayu.
(4) Gerabah: terbuat dari tanah liat yang dibakar; dipakai sebagai tempat menyimpan benda-benda perhiasan; biasanya dihiasi motif-motif hias yang indah.
(5) Perhiasan: terbuat dari tanah liat, kerikil kalsedon, yaspur, dan agat; sanggup berwujud kalung, gelang, anting-anting; jikalau seseorang meninggal maka ia akan dibekali embel-embel di dalam kuburannya.
Pemujaan terhadap roh atau arwah leluhur tidak spesialuntuk terdapat di Indonesia, namun juga hampir di seluruh dunia. Pemujaan ini berawal dari anggapan insan terhadap kekuatan alam. Tanah, air, udara, dan api dianggap sebagai unsur pokok dalam kehidupan semesta. Semua itu diatur dan dijaga oleh suatu kekuatan, kepercayaan inilah yang mengakibatkan munculnya sosok roh setelah mati.
Sistem kepercayaan masa bercocok tanam ini ialah kelanjutan dari kepercayan masa sebelumnya. Pada masa bercocok tanam ini insan purbanya sudah mengenal anggapan bahwa roh insan setelah mati dianggap tidak hilang, melainkan berada di alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya lampau.
melaluiataubersamaini demikian, alasannya sewaktu-waktu roh yang bersangkutan sanggup dipanggil kembali jikalau dimintakan menolongannya. Untuk itu, pada ketika seorang mati dikuburkan maka ia dibekali dengan bermacam-macam keperluan sehari-hari, menyerupai embel-embel dan periuk. Untuk orang-orang terkemuka (kepala suku atau kepala adat), kuburannya dibuat agak istimewa, terlihat dari bentuknya yang terdiri atas batu-batu besar, menyerupai sarkofagus, peti batu, menhir, dolmen, waruga, punden berundak-undak, dan arca. Masa di mana mulai dibangunnya bangunan-bangunan dari kerikil ini disebut juga kurun Megalitikum.
(1) Menhir
Menhir ialah tugu kerikil yang tegak, tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir ini banyak ditemukan di Sumatera, Sulawesi Tengah, serta Kalimantan. Di tempat Belubus, Kecamatan Guguk, Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat, terdapat menhir yang tingginya 125 cm, berbentuk seperi gagak pedang, baguan lengungannya menghadap Gunung Sago.
(2) Sarkofagus
Sarkofagus yaitu peti mayit yang terbuat dari kerikil bundar (batu tunggal). Sarkofagus ini banyak ditemukan di tempat Bali. Sarkofagus di Bali masih diangap keramat dan magis oleh masyarakat sekitar.
(3) Dolmen
Dolmen yaitu meja kerikil tempat meletakkan sesaji yang akan dipersembahkan kepada arwah nenek moyang. Di bawah dolmen ini biasanya ditemukan kuburan batu.
(4) Kuburan atau Peti Batu
Kuburan kerikil yaitu peti mayit yang terbuat dari kerikil pipih. Kuburan kerikil ini banyak ditemukan di tempat Kuningan, Jawa Barat, dan Nusa Tengggara.
(5) Waruga
Waruga yaitu kuburan kerikil yang berbentuk kubus atau bulat, terbuat dari kerikil yang utuh. Waruga ini banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Tengah.
(6) Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak yaitu bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang dibuat dalam bentuk bertingkat-tingkat atau berundak-udak. Bangunan ini banyak ditemukan di tempat Lebak Si Bedug, Banten Selatan.
(7) Arca atau Patung
Arca pada masa Megalitikum terbuat dari batu, biasanya berbentuk sosok binatang dan manusia. Jenis binatang yang sering dibuat yaitu gajah, kerbau, harimau, monyet. Arca-arca kerikil ini banyak terdapat di Sumatera selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Timur.
Demikianlah Kehidupan Sosial Budaya Kepercayaan Manusia Purba Masa Bercocok Tanam, semoga bermanfaa.