-->

Sejarah Kerajaan Bali (Kehidupan Politik Ekonomi Sosial Budaya Dan Kepercayaan)

Sejarah Kerajaan Bali (Kehidupan Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Kepercayaan)


Nama Bali sudah usang dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam diberita Cina kurun ke-7 disebut adanya nama kawasan yang berjulukan Dwapa- tan, yang terletak di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para andal nama Dwa-pa-tan ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa- tan ini sama dengan di Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas serta didiberi harumharuman, kemudian mayit itu dibakar.

Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, efek Buddha hadir terlebih lampau dibandingkan dengan efek Hindu. Prasasti yang berangka tahun 882 M, memakai bahasa Bali menandakan tentang pemdiberian i in kepada para biksu untuk mendirikan pertapaan di Bukit Cintamani. 

Pengaruh Hindu di Bali berasal dari Jawa Timur, saat Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang melarikan diri ke Bali, sehingga banyak penduduk Bali kini yang menganggap dirinya keturunan dari Majapahit.

Kehidupan Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Kepercayaan Sejarah Kerajaan Bali (Kehidupan Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Kepercayaan)
Candi Padas di Gunung Kawi
Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa Blanjong, bersahabat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang berjulukan Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. Prasasti ini ditulis dengan karakter Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836 saka), dalam Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti.

Raja selanjutnya yang berkuasa ialah adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan oleh Tabguandra Warmadewa (955-967 M). Tabguandra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini ialah sumber air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M. Tidak banyak diberita yang menceritakan masa kekuasaannya.

Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang populer dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya berjulukan Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur.

Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah hingga tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang berkeluarga dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu.

Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. 

Marakata ialah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi kawasan Tampak Siring, Bali. Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. 

Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat kondusif dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, menyerupai padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara hewan menyerupai kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak mempunyai anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di pegunungan Kawi bersahabat Tampak Siring.

Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain hingga pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.

Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh alasannya ialah itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.


Kehidupan ekonomi yang berkembang di Bali ialah sektor pertanian. Hal itu sanggup dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam banyak sekali prasasti yang mengatakan perjuangan dalam sektor pertanian, menyerupai suwah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kaswakas (pengairan sawah).


Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi proteksi kasta ini tidak seketat menyerupai di India. Begitu pula dalam pemdiberian nama awal pada bawah umur di lingkungan masyarakat Bali mempunyai cara yang khas, yaitu:

a. Wayan untuk anak pertama;
b. Made untuk anak kedua;
c. Nyoman untuk anak ketiga;
d. Ketut untuk anak keempat.

Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria.


Masyarakat Bali banyak menerima efek dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut sudah bercampur dengan budaya masyarakat orisinil Bali sebelum Hindu.

Masyarakat Bali sebelum Hindu ialah kelompok masyarakat yang terikat oleh kekerabatan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap sanggup menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang berjulukan Hindu Dharma.

Demikianlah Materi Sejarah Kerajaan Bali (Kehidupan Politik Ekonomi Sosial Budaya dan Kepercayaan), semoga bermanfaa.
LihatTutupKomentar