Perubahan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Akibat Perluasan Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia - Proses interaksi kekuasaan antara negara-negara tradisional (kerajaan) milik pribumi dan kekuasaan Belanda pada kala ke-19 menunjukkan dua perkembangan yang sangat tidak sama.
Di satu pihak, tampak makin meluasnya kekuasaan kolonial dan imperialiasme Belanda. Di lain pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan tradisional milik pribumi. Meluasnya kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia membawa jawaban terhadap perubahan dalam banyak sekali segi kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Di satu pihak, tampak makin meluasnya kekuasaan kolonial dan imperialiasme Belanda. Di lain pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan tradisional milik pribumi. Meluasnya kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia membawa jawaban terhadap perubahan dalam banyak sekali segi kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam bidang politik, imbas kekuasaan Belanda semakin berpengaruh karena intervensi yang intensif dalam masalah-masalah istana, menyerupai pergantian takhta, pengangkatan pejabat-pejabat keraton, ataupun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan kerajaan.
melaluiataubersamaini demikian, dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung pada kekuasaan absurd sehingga kebebasan dalam memilih kebijaksaan pemerintahan istana makin menipis. Di samping itu, guaksasi wilayah yang dilakukan oleh penguasa absurd mengakibatkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan pribumi. Penghasilan yang berupa lungguh, upeti atau hasil bumi makin berkurang, bahkan hilang alasannya kedudukannya sudah berganti sebagai alat pemerintah Belanda.
Dalam bidang ekonomi, penghasilan penguasa pribumi makin berkurang. Sudah niscaya keadaan ini akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan para penguasa pribumi. Di pihak rakyat, khususnya para petani dibebani kewajiban untuk mengolah sebagian tanahnya untuk ditanami dengan tanaman-tanaman eskpor dan masih harus menyumbangkan tenaganya secara paksa kepada pemerintah kolonial. Hal inilah yang menjadikan runtuhnya perekonomian rakyat.
Di bidang demografi (kependudukan), menurut sensus Raffles (buku History of Java goresan pena Raffles) bahwa pada tahun 1815 jumlah pendudukan Jawa mencapai 4,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut lebih dari 1,5 hidup di tempat kerajaan dan kirakira 3 juta ada di tempat yang eksklusif diperintah oleh pemerintah kolonial.
Sejak final kala ke-19 sudah terjadi mobilitas dalam masyarakat, baik secara geografis maupun sosiologis. Dalam pengertian geografis bahwa perpindahan tempat tinggal dan kerja makin usang makin sering dilakukan. Transmigrasi, migrasi intern, dan urbanisasi menunjukkan adanya impian untuk keluar dari lingkungan hidup yang lama. Hal itu lantaran imbas penetrasi ekonomi absurd dan kerapatan penduduk, mobilitas dalam kerja terjadi pula. Sebagian dari masyarakat tani beralih kerja menjadi pedagang, meskipun secara kecil-kecilan.
Demikian juga jenis pekerjaan tukang dan pelayanan lainnya bertambah banyak pula. Peralihan kerja dan perpindahan ke tempat lain, ada yang membawa dampak ke kehidupan sosial. Orang yang pindah ke kota dan menerima pekerjaan yang baik, akan naik harganya di mata masyarakat. Demikian pula kalau seseorang sukses dalam usaspesialuntuk. melaluiataubersamaini demikian terjadilah semacam mobilitas sosial vertikal.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1900 penduduk Jawa sudah mencapai hampir 28,5 juta jiwa. Perkembangan penduduk di Jawa pada kala ke-19 dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, antara lain terjadinya peningkatan hidup dari penduduk pribumi,meluasnya pelayanan kesehatan ( introduksi vaksinasi cacar), dan perwujudan ketertiban dan perdamaian oleh pemerintah Belanda.
Dalam bidang sosial, ekspansi kolonialisme dan imperialisme berakibat makin melemahnya kedudukan dan perekonomin penguasa pribumi. Penguasa pribumi lebih banyak ditugaskan untuk menggali kekayaan bumi Indonesia, menyerupai mengambil pajak, mengurusi tumbuhan milik pemerintah, dan mengerahkan tenaga kerja untuk kepentingan pemerintah Belanda.Turunnya kedudukan penguasa pribumi mengakibatkan turunnya derajat dan kehormatan sebagai penguasa pribumi.
Dalam bidang budaya, makin meluasnya imbas kehidupan Barat dalam lingkungan kehidupan tradisional. Tata kehidupan Barat menyerupai cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian dan pendidikan mulai dikenal di kalangan atas atau istana.
Sementara itu, beberapa tradisi di lingkungan istana mulai luntur. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam pula. Di kalangan penguasa timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat mulai merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang berpengaruh terutama dari kalangan pimpinan agama yang memandang kehidupan Barat berperihalan dengan norma-norma aliran agama Islam. Orientasi keagamaan seperti ini, terdapat juga di kalangan para aristokrat dan pejabat-pejabat istana yang patuh kepada agama. Dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini dijadikan dasar undangan untuk melaksanakan perlawanan.
Perubahan dalam banyak sekali segi kehidupan sebagai jawaban makin meluasnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menimbulkan kegelisahan, kekecewaan, dan kebencian yang meluas di kalangan rakyat Indonesia. Itulah sebabnya pada abad ke-19 muncul perlawanan-perlawanan besar di seluruh wilayah Indonesia.
Demikianlah Materi Perubahan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Akibat Perluasan Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia, agar bermanfaa.