-->

Sejarah Kerajaan Banten Dan Cirebon

Sejarah Kerajaan Banten dan Cirebon


Sultan pertama Kerajaan Banten ini yaitu Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia yaitu putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandar-bandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, tempat Banten ialah bab dari Kerajaan Demak. Namun sehabis Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten kesudahannya melepaskan diri dari efek kekuasaan Demak.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten menjelma sentra perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke tempat penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah semenjak usang memiliki relasi dengan Jawa Barat. melaluiataubersamaini demikian, ia sudah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.

Sultan pertama Kerajaan Banten ini yaitu Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun  Sejarah Kerajaan Banten dan Cirebon
Masjid Agung Banten
Penguasa Banten selanjutnya yaitu Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu tempat Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Sesudah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.

Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada selesai kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam perjuangan menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang berjulukan Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. 

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang berjulukan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang sudah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Sesudah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.

a. Kehidupan Politik Kerajaan Banten

Daerah Banten berhasil dikuasai dan diislamkan oleh Fatahilah (Panglima Perang Demak). Di samping menguasai Banten, Fatahilah juga berhasil merebut Cirebon dan Sunda Kelapa yang kemudian namanya diubah menjadi Jayakarta (1527). Sesudah Fatahilah menetap di Cirebon, Banten diserahkan kepada putranya yang berjulukan Maulana Hasanuddin.

Banten masih tetap menjadi tempat kekuasaan Demak, namun sehabis di Demak terjadi kegoncangan politik jawaban perebutan kekuasaan, Banten kesudahannya melepaskan diri. Maulana Hasanudin sebagai peletak dasar dan menjadi Raja Banten yang pertama (1552–1570). Daerah kekuasannya meluas hingga dengan Lampung dan berhasil mengusai perdagangan lada. Pada tahun 1570 Sultan Hasanuddin meninggal dan digantikan oleh putranya, yakni Pguambahan Yusuf (1570–1580). Ia berhasil menundukkan Kerajaan Pajajaran.

Raja yang terbesar Banten ialah Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682). Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan perdagangan Banten. Politik Sultan Ageng terhadap VOC sangat keras, namun tidak disetujui oleh putranya Sultan Haji (Abdulnasar Abdulkahar) sehingga terjadi perselisihan. Sultan Haji minta menolongan VOC sehingga Kerajaan Banten yang jaya dan besar di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa kemudian menjadi boneka Kompeni dengan rajanya, Sultan Haji.

b. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten

Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa sanggup menjelma bandar perdagangan dan sentra penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya, antara lain sebagai diberikut.

1) Letaknya strategis dalam kemudian lintas perdagangan.
2) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka, namun eksklusif menuju Banten.
3) Banten memiliki materi ekspor penting, yakni lada. Banten yang maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina, dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan berdasarkan asal bangsa itu, mirip orang-orang Arab mendirikan Kampung Pekojan, orang Cina mendirikan Kampung Pecinan, orang-orang Indonesia dari suku-suku lainnya mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa, dan sebagainya.

c. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Banten

Sejak Banten diislamkan oleh Fatahilah (Faletehan) pada tahun 1527 maka kehidupan sosial masyarakat Banten secara berangsur-angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Sesudah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, efek Islam makin besar lengan berkuasa di tempat pedalaman. Pendukung setia Kerajaan Pajajaran kemudian menyingkir ke pedalaman, yakni ke tempat Banten Selatan. Mereka kemudian di kenal sebagai suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama . Mereka mempertahankan tradisi-tradisi usang dan menolak efek Islam.

Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa meningkat pesat alasannya sultan mempehatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun, sehabis Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, kehidupan sosialnya merosot tajam alasannya adanya campur tangan Belanda dalam banyak sekali kehidupan.

Kehidupan seni budaya Islam sanggup ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima) dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu, bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda pelarian dari Batavia yang sudah menganut agama Islam. Susunan istananya mirip istana raja di Eropa.


Pada masa kekuasaan Kerajaan Pajajaran sekitar masa ke-16 M, Cirebon ialah salah satu tempat kekuasaannya. Selanjutnya Cirebon berada di bawah efek Kesultanan Demak. Menurut dongeng di Jawa Barat, pendiri kerajaan Cirebon yaitu Sunan Gunung Jati yang juga sebagai salah seorang walisongo yang mengembangkan Islam di Jawa Barat. Nama Sunan Gunung Jati juga sering dikaitkan dengan berdirinya Jayakarta atau Jakarta yang tiruanla berjulukan Sunda Kelapa.

Menurut dongeng di Banten, Sunan Gunung Jati yaitu Faletehan yang berkeinginan untuk mengembangkan Islam di kota-kota penting Pajajaran. Akan tetapi, sumber-sumber sejarah Cirebon mencatat bahwa Sunan Gunung Jati dan Faletehan atau Fatahillah yaitu dua orang yang tidak sama. 

Menurut sumber tersebut Faletehan yaitu menantu Sunan Gunung Jati yang berkeluargai anaknya Nyai Ratu Ayu. Faletehan kemudian menjadi Raja Cirebon sehabis mertuanya wafat tahun 1570. Pada masa pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai sentra perdagangan dan sentra penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke Majalengka, Kuningan, Kawali, Banten, dan tempat lainnya di Jawa Barat. Pada tahun 1570, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat.

Demikianlah Materi Sejarah Kerajaan Banten dan Cirebon, biar bermanfaa.
LihatTutupKomentar