Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu–Buddha di Indonesia
Terdapat bukti yang berpengaruh bahwa agama Buddha masuk ke Indonesia pada kurun ke-2 Masehi, yakni dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi Selatan). Arca Buddha ini, ialah bukti tertua adanya imbas budaya India di Indonesia. Penemuan arca itu juga sangat penting alasannya yakni mempersembahkan petunjuk kepada kita ke tinggian taraf hidup dan budaya rakyat Indonesia pada waktu itu.
Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut diperkirakan berasal dari langgam Arca Amarawati, India Selatan (abad 2–5 SM). Ada kemungkinan bahwa arca ini ialah barang dagangan atau mungkin juga barang persembahan sesuai bangunan suci agama Buddha. Arca homogen juga ditemukan di Jember, Jawa Timur dan di Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Adapunn di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan arca Buddha yang menunjukkan arca seni Gandhara, India Utara.
Penemuan prasasti-prasasti di Kutai dari Raja Mulawarman dan prasasti-prasasti di Tarumguagara dari Raja Purnawarman menawarkan adanya proses penghinduan. Huruf yang digunakan dalam prasasti-prasasti itu, ialah huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta.
Selain itu, Raja Mulawarman juga sering mengadakan upacara-upacara keagamaan dan menhadirkan brahmana-brahmana dari India. Semuanya ini menawarkan adanya imbas budaya dari India di Indonesia.
Selain itu, Raja Mulawarman juga sering mengadakan upacara-upacara keagamaan dan menhadirkan brahmana-brahmana dari India. Semuanya ini menawarkan adanya imbas budaya dari India di Indonesia.
Pada kurun ke-4 Masehi agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumguagara menawarkan adanya proses penghinduan. Pada mulanya yang berkembang terlebih lampau ialah agama Hindu gres lalu agama Buddha (agama Buddha yang berkembang di Indonesia ialah agama Buddha Mahayana).
Hal ini terbukti bahwa raja-raja pertama di Indonesia menganut agama Hindu, ibarat Mulawarman dari Kerajaan Kutai dan Purnawarman dari Kerajaan Tarumguagara. Lama kelabuaan kedua agama ini terus berkembang, silih berganti menjadi agama yang paling utama dalam negara. Sesudah hidup berdampingan secara hening selama berabad-abad, lalu terjadi sinkretisme di antara keduanya.
Hasil sinkretisme tersebut menjadikan suatu fatwa agama gres yang dikenal sebagai agama Siwa-Buddha. Aliran ini berkembang dengan pesat pada kurun ke-13 M. Penganut fatwa ini, antara lain Raja Kertguagara dan Adityawarman.
Hasil sinkretisme tersebut menjadikan suatu fatwa agama gres yang dikenal sebagai agama Siwa-Buddha. Aliran ini berkembang dengan pesat pada kurun ke-13 M. Penganut fatwa ini, antara lain Raja Kertguagara dan Adityawarman.
Sikap aktif selektif diterapkan bangsa Indonesia terhadap kebudayaan dari luar, artinya kebudayaan abnormal yang masuk ke Indonesia diseleksi dan disesuikan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh lantaran itu, setelah agama dan kebudayaan Hindu–Buddha masuk ke Indonsia terjadilah akulturasi. Perwujudan akulturasi antara kebudayaan Hindu–Buddha dengan kebudayaan Indonesia, antara lain sebagai diberikut.
a. Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya yakni Candi Borobudur yang ialah perpaduan kebudayaan Buddha yang berupa patung dan stupa dengan kebudayaan orisinil Indonesia, yakni punden berundak (budaya Megalithikum).
b. Seni Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi di bidang seni rupa dan seni ukir terlihat pada Candi Borobudur yang berupa relief Sang Buddha Gautama (pengaruh dari Buddha) dan relief bahtera bercadik, bahtera besar tidak bercadik, bahtera lesung, bahtera kora-kora, dan rumah panggung yang di atapnya ada burung bertengger (asli Indonesia). Di samping itu, ragam hias pada candi-candi Hindu–Buddha dan motif-motif batik yang ialah perpaduan seni India dan Indonesia.
c. Aksara dan Seni Sastra
Pengaruh budaya Hindu–Buddha salah satunya menimbulkan bangsa Indonesia memperoleh kepandaian membaca dan menulis aksara, yaitu huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Kepandaian baca-tulis jadinya membawa perkembangan dalam seni sastra. Misalnya, kisah Mahabarata dan Ramayana berakulturasi menjadi wayang "purwa" lantaran wayang ialah kebudayaan orisinil Indonesia.
Demikian juga kitab Mahabarata dan Ramayana digubah menjadi Hikayat Perang Pandawa Jaya dan Hikayat Sri Rama, dan Hikayat Maharaja Rahwana. Dalam pertunjukan pewayangan yang ialah kebudayaan orisinil Indonesia, isi ceritanya dari India yang bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana. Munculnya punakawan, ibarat Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yakni penambahan bangsa Indonesia sendiri. Ragam hias pada wayang purwa yakni akulturasi seni India dan Indonesia.
d. Sistem Pemerintahan
Di bidang pemerintahan dengan masuknya imbas Hindu maka muncul pemerintahan yang dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya yakni kepala suku yang dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan masyarakat lainnya(primus interpares). Raja tidak lagi sebagai wakil dari nenek moyang, tetapi sebagai penjilmaan tuhan di dunia sehingga muncul kultus "dewa raja".
e. Sistem Kalender
Masyarakat Indonesia sudah mengenal astronomi sebelum hadirnya imbas Hindu–Buddha. Pada waktu itu astronomi dipergunakan untuk kepentingan praktis. Misalnya, dengan melihat letak rasi (kelompok) bintang tertentu sanggup ditentukan arah mata angin pada waktu berlayar dan tahu kapan mereka harus melaksanakan kegiatan pertanian.
Berdamasukan letak bintang sanggup diketahui musim-musim yanga ada, antara lain ekspresi dominan kemarau, ekspresi dominan labuh, ekspresi dominan hujan, dan ekspresi dominan mareng. Makara di Indonesia sudah mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, contohnya mangsa Kasa (kesatu) dan mangsa Karo (kedua).
Berdamasukan letak bintang sanggup diketahui musim-musim yanga ada, antara lain ekspresi dominan kemarau, ekspresi dominan labuh, ekspresi dominan hujan, dan ekspresi dominan mareng. Makara di Indonesia sudah mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, contohnya mangsa Kasa (kesatu) dan mangsa Karo (kedua).
Kebudayaan Hindu–Buddha yang masuk ke Indonesia sudah mempunyai perhitungan kalender, yang disebut kalender Saka dengan perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan tahun Saka, selisih tahun Saka dengan tahun Masehi yakni 78 tahun.
f. Sistem Kepercayaan
Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan menyembah roh nenek moyang (animisme) juga dinamisme dan totemisme. Namun, setelah imbas Hindu– Buddha masuk terjadilah akulturasi sistem kepencayaan sehingga muncul agama Hindu dan Buddha. Pergeseran fungsi candi. Misalnya fungsi candi di India sebagai kawasan pemujaan, sedangkan di Indonesia candi di samping kawasan pemujaan juga ada yang difungsikan sebagai makam (biasanya raja/pembesar kerajaan).
g. Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia menjadikan filsafat Hindu Jawa. Misalnya, kawasan yang makin tinggi makin suci alasannya yakni ialah kawasan bersemayam para dewa. Itulah sebabnya raja-raja Jawa (Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang tinggi, ibarat Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri (Yogyakarta).
Penting Untuk Diingat.
1. Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha lahir dan berkembang di India. Lewat hubungan dagang, agama dan kebudayaan Hindu–Buddha jadinya masuk ke Indonesia.
2. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu–Buddha memunculkan beberapa hipotesis, ibarat hipotesis waisya, keKsatria, brahmana, dan nasional.
3. Agama dan kebudayaan Hindu–-Buddha lalu berakulturasi dengan kebudayaan orisinil Indonesia dalam aneka macam bidang, ibarat seni bangunan, seni rupa, seni ukir, karakter dan seni sastra, kalender, dan sistem pemerintahan.
Demikianlah Materi Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu–Buddha di Indonesia, semoga bermanfaa.