-->

Pengertian, Prinsip, Dan Metode Investigasi Fisik Umum

Baiklah sobat, kali ini kita akan membahas mengenai Pengertian, Prinsip, dan Metode Pemeriksaan Fisik Umum, pribadi saja kita masuk ke dalam pembahasannya.

PENGERTIAN PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik ialah salah satu elemen penting dari proses memilih diagnosis sebuah penyakit. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui penyakit pasien, biar sanggup menunjukkan terapi yang tepat pada pasien tersebut.

Pemeriksaan fisik ialah komponen pengkajian kesehatan yang bersifat objektif yang dilakukan dengan cara melaksanakan investigasi pada tubuh pasien dengan melihat keadaan pasien (inspeksi), meraba suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (perkusi), mengetuk suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (palpasi), dan mendegarkan memakai stetoskop (auskultasi).

URUTAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Anamnesis ialah investigasi tahap awal yang dilakukan dengan wawancara dan sanggup membantu menegakkan diagnosa sampai 80%, anamnesis ini bersifat subjektif.
Tujuannya untuk menegakkan citra kesehatan pasien secara umum, dan mengetahui riwayat penyakit pasien.

Anamnesis sanggup dilakukan pribadi kepada pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga atau kerabat terdekat pasien (hetero/alloanamnesis)

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

1. Identitas Pasien : Terkait nama, umur, alamat, pekerjaan, dll
2. Anamnesis penyakit : Keluhan utama, riwayat penyakit kini (onset, frekuensi, sifat, waktu, durasi, lokasi), riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga (keturunan/penularan), keluhan tambahan, riwayat pekerjaan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum, tanda vital, menilai status mental dan cara berfikir, juga menilai pribadi sistem atau organ yang berkaitan dengan keluhan pasien dengan:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosa ketika anamnesis dan investigasi fisiknya belum mendapat hasil. Dan juga sanggup dilakukan untuk memastikan diagnosa meskipun anamnesi dan investigasi fisiknya sudah mencapai titik terang.

Contoh dari investigasi penunjang seperti:

  1. Pemeriksaan laboratorium : untuk menilai sel-sel darah, urin, feses
  2. Kultur basil : untuk mengetahui basil penyebab infeksi, dan untuk memilih antibiotik serta resistensinya.
  3. Radioimaging : menyerupai CT-Scan, MRI, rontgen untuk mengetahui pribadi potongan dalam tubuh yang terkait dengan penyakit.


PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN FISIK

Tujuan umum investigasi fisik ialah untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitifnya ialah untuk mengindentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya kelainan dari keadaan normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari tanda-tanda pasien. Skrining keadaan pasien, dan pemantauan dilema kesehatan pasien ketika ini. Informasi ini penting untuk menjadi catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuan klinis, bahkan selalui diperbarui dan ditambahkan sepanjang waktu untuk mengetahui riwayat penyakit dari pasien.

Informasi sanggup bersifat subyektif maupun obyektif. Informasi subyektif didapatkan dari anamnesis terhadap pasien, sedangkan informasi obyektif didapatkan dengan investigasi fisik pada pasien.temuan klinis obyektif ini akan memperkuat dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada anamnesis, tetapi juga pada ketika yang sama, investigasi fisik akan menciptakan pemeriksa bertanya lebih lanjut pada ketika investigasi berlangsung.

Penentuan metode pillihan pada investigasi fisik dipengaruhi oleh usia. Misalkan pada usa remaja (12-19 tahun) senaiknya menjalani investigasi fisik setiap 2 tahun. Individu remaja (20-59 tahun) sebaiknya menjalani investigasi fisik setiap 5-6 tahun, dan orang lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melaksanakan investigasi fisik menyeluruh tiap 2 tahun

Metode tersebut juga dipengaruhi oleh gejala, data fisik, dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemerikaan itu sendiri (misalnya screening fsik umum, investigasi fisik spesifik, atau analisi gejala-gejala). Pemeriksaan penapisan/screening misalnya mammografi (foto payudara untuk mengetahui kanker), pap smear (menilai kelainan pada alat vital wanita), uji darah pada feses sebaiknya dilakukan lebih teratur. Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang bersiklus untuk mengkaji progresivitas atau kesembuhan dari suatu dilema atau kelainan tertentu.

METODE PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian keadaan umum pasien, yang meliputi:
·        Ekspresi wajah
Apakah pasien menahan sakit, sesak, atau membisu dan tenang-tenang saja

·        Gaya berjalan
Nilai apakah ada kelainan, menyerupai jalan terseok-seok, kecepatan yang menurun, langkah terlalu kecil, dll.

·        Tanda spesifik lain
Nilai apakah tampak adanya luka ataupun memar, nilai kelainan lain yang pribadi tampak

·        Keadaan gizi
Dilakukan pengukuran BB (berat badan) dan TB (tinggi badan).
IMT (indeks massa tubuh) = BB(kg) / TB2 (m)
Klasifikasi IMT :
BB kurang                   <18,5
BB normal                  18,5-22,9
BB lebih                      >23
            Dgn resiko      23-24,9
            Obes I             25-29,9
            Obes II            >30

·        Status mental
Nilai tingkah laku, perasaannya, dan juga cara berfikir. Lakukan interaksi sederhana sanggup dengan menanyakan orientasi tempat, waktu. Dan juga aktifitas sehari-hari. Nilai apakah terdapat penurunan fungsi berfikir atau tidak.

·        Bentuk badan
Nilai kelainan bentuk tulang belakang menyerupai kifosis, lordosis, skoliosis. Nilai bentuk dadanya secara keseluruhan, nilai juga kelainan bentuk (malformasi) yang terdapat semenjak lahir (kongenital)

·        Cara bergerak (mobilitas)
Aktif dan sanggup memiringkan badannya tanpa kesulitan. Dapat memberi petunjuk pada beberapa penyakit menyerupai tulang sendi atau saraf. Juga sanggup mengetahui kelainan jantung juga paru-paru yang mana pasien lebih nyaman dalam keadaan bersandar.

·        Pemeriksaan tanda vital
Terdiri atas:
  • Kesadaran : nilai dengan memakai GCS (glasgow coma scale), yang mana keadaan pasien sadar penuh (compos mentis) dengan nilai GCS nya 15. Dibawah itu maka pasien mengalami penurunan kesadaran.
  • Suhu : dengan memakai termometer, letakkan pada ketiak selama satu menit. Normal suhu ialah 36,6 -36,2 derjat celsius.
  • Tekanan darah : dengan memakai sphygmomanometer atau yang biasa disebut dengan tensimeter. Yang mana nilai normal nya ialah 120/80 mmHg
  • Nadi : dengan cara meraba pada arteri radialis, yang terletak pada pergelangan tangan dibawah ibu jari. Denyut nadi ini sama dengan denyut jantung, yang mana nilai normalnya ialah 60-100 x permenit.
  • Napas : dengan cara melihat, atau meletakkan tangan pada dada pasien, dan menghitung berapa kali pasien bernafas selama satu menit. Normalnya yaitu 16-20 x permenit


Untuk melaksanakan investigasi fisik pada sistem terkait, misalkan investigasi fisik paru, jantung, perut. Terdapat empat teknik yang dilakukan seluruh dunia, yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Teknik-teknik ini dilakukan dengan memfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasar semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang sempurna.

  • Inspeksi

Yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual. Sebagai individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, dan membangun kesan mengenai orang lain. Secara tidak kita sadari, bahwasanya kita telah melaksanakan inspeksi.

Prinsipnya yaitu, pemeriksa memakai fokusnya pada indera penglihatan untuk berkonsentrasi melihat keadaan pasien secara menyeluruh, dan teliti. Sejak pertama kali pasien masuk ke ruang dokter, inspeksi sudah dilakukan. Untuk lebih jelas, membenarkan apa yang dilihat oleh mata akan dikaitkan dengan bunyi yang terdengar atau busuk yang berasal dari pasien. Kemudian informasi dikumpulkan oleh semua indera tersebut menjadi sebuah informasi yang bermakna.

  • Palpasi

Yaitu menyentuh atau mencicipi dengan tangan, biasanya yang dipakai ialah tangan sebelah dalam, yaitu akrab dengan telunjuk atau juga sanggup memakai pads (ujung jari). Palpasi dibutuhkan untuk menambah data yang telah didapat melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi dilakukan baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen (perut)  akan menunjukkan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobitas (gerakan) komponen struktur tubuh (anatomi) pada perut yang normal. Apakah teraba kelainan menyerupai pembesaran organ maupun massa yang sanggup teraba. Palpasi ini juga efektif untuk menilai cairan dalam ruang tubuh.


Pads atau ujung jari pada potongan  ujung ruas interphalangeal (ruas jari) paling baik dipakai untuk palpasi, alasannya ialah ditempat tersebut terdapat ujung saraf peraba yang letaknya saling berdekatan, sehingga dokter akan lebih gampang mencicipi apa yang disentuh. Pengukuran agresif suhu tubuh dipakai dengan potongan punggung (dorsum) tangan. Posisi ukuran dan struktur otgan yang diraba sanggup diidentifikasi memakai tangan. Vibrasi/getaran sanggup gampang terdeteksi oleh permukaan telapak tangan.

  •  Perkusi

Yaitu menepuk permukaan tubuh baik secara ringan maupun tajam. Untuk memilih posisi, ukuran, dan densitas struktur atau cairan maupun udara dibawahnya. Menepuk dari permukaan akan menghasilkan gelombang bunyi yang masuk secara vertikal sepanjang 5-7 cm dibawah organ yang diketuk tadi, pantulan bunyi yang dihasilkan akan berbeda beda tergantung sifat struktur yang dilewati oleh bunyi itu, apakah padat, berisi cairan, maupun berisi udara.


Prinsipnya yaitu kalau suatu organ berisi lebih banyak udara (seperti paru-paru) maka bunyi yang dihasilkan yaitu  suara yang lebih keras, rendah dan panjang (suara sonor), kalau dibandingkan dengan organ yang lebih padat (misalnya otot paha), akan menghasilkan bunyi yang lebih lembut, tinggi dan pendek (suara pekak). Pada perkusi yang dilakukan pada organ yang berongga (seperti perut), akan menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan lebih usang terdengar (suara timpani).

  •  Auskultasi

Yaitu ketrampilan untuk mendengar bunyi tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan potongan dalam/viscera abdomen. Pada umumnya, auskultasi ini merupakan teknik terakhir yang dilakukan pada suatu investigasi fisik, akan tetapi pada investigasi fisik abdomen (perut), biasanya auskultasi dilakukan sesudah melaksanakan inspeksi, alasannya ialah ditakutkan terjadinya perubahan bunyi gerakan usus (peristaltik) jikalau dilakukan sesudah palpasi dan perkusi. Suara-suara penting yang terdengar ketika auskultasi ialah bunyi gerakan udara dalam paru-paru, yang mana ketika udara melewati rongga menuju paru. Juga untuk mendengarkan bunyi usus yang berada pada rongga perut. Kemudian untuk mendengarkan pedoman darah yang melalui sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah). Suara pada auskultasi dijelaskan dengan frekuensinya, intensitasnya (keras lemahnya), durasinya, kualitas dan juga waktunya.


Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop meneruskan bunyi melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan potongan ujung yang diletakkan di indera pendengaran (earpiece). Dan penting menghilangkan bunyi dari luar yang sanggup mengganggu interpretasi.

Bagian ujung stetoskop terdapat diafragma dan bel. Diafragma dipakai untuk meningkatkan bunyi yang tinggi pitch-nya (frekuensi), contohnya bunyi nafas yang terdengar dari paru-paru dan bunyi usus yang terdengar dari perut dan ketika mendengarkan bunyi jantung yang normal. Bel dipakai khususnya untuk bunyi dengan pitch-rendah menyerupai suara-suara murmur jantung (bunyi suplemen pada detak jantung), turbulensi pedoman darah didalam arteri (suara bruits) atau vena (suara hums). Karena pedoman darah menunjukkan bunyi dengan pitch yang rendah, bel juga dipakai untuk mengukur tekanan darah. Akan tetapi diafragma juga sering dipakai untuk mendengarkan bunyi ketika menyelidiki tekanan darah pasien.

POSISI PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan dalam posisi tertentu, tergantung sistem maupun organ mana yang hendak dinilai. Misalkan pada investigasi fisik jantung, pasien diposisikan dengan posisi kepala lebih tinggi, pada pasien investigasi fisik genitalia, pentingnya dilakukan posisi lithotomy. Akan tetapi banyak investigasi dilakukan dalam posisi duduk maupun tidur terlentang (supinasi).


JENIS-JENIS PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik sanggup dilakukan secara khusus, yaitu tergantung terhadap organ maupun sistem spesifik yang sesuai dengan keluhan pasien, investigasi fisik tersebut sesuai namanya dengan sistem maupun organ yang dilakukan pemeriksaan. Contohnya seperti:




Baiklah sobat, inilah pembahasan kali ini mengenai Pengertian, Prinsip, dan Metode Pemeriksaan Fisik Umum, semoga bermanfaat bagi teman semuanya J
LihatTutupKomentar