Sejak awal pemerintahannya, Jepang melarang bangsa Indonesia berserikat dan berkumpul. Oleh lantaran itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang dibuat pada masa Hindia Belanda, kecuali MIAI. MIAI kemudian dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.
Para tokoh pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang mengambil perilaku kooperatif. melaluiataubersamaini perilaku kooperatif, mereka banyak yang duduk dalam badan-badan yang dibuat oleh pemerintah Jepang, menyerupai Gerakan 3 A, Putera, dan Cuo Sangi In. Selain itu, pata tokoh pergerakan nasional juga memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang sudah dibuat oleh Jepang, menyerupai Jawa Hokokai, Heiho, Peta, dan sebagainya.
Kebijaksanaan pemerintah Jepang tersebut bertujuan untuk menarikdanunik simpati dan mengerahkan rakyat Indonesia untuk memmenolong Jepang dalam perang melawan Sekutu, namun kenyataannya dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan nasional sehingga lebih banyak mempersembahkan laba bagi usaha bangsa Indonesia.
melaluiataubersamaini demikian, pemerintah Jepang berhasil melaksanakan pengekangan terhadap banyak sekali acara pergerakan nasional, namun tidak berhasil mengekang berkembangnya kesadaran nasional bangsa Indonesia menuju Indonesia merdeka.
melaluiataubersamaini demikian, pemerintah Jepang berhasil melaksanakan pengekangan terhadap banyak sekali acara pergerakan nasional, namun tidak berhasil mengekang berkembangnya kesadaran nasional bangsa Indonesia menuju Indonesia merdeka.
Jepang berusaha untuk mendapat dan menguasai sumber-sumber materi mentah untuk industri perang. Jepang membagi rencananya dalam dua tahap.
a. Tahap penguasaan, yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan milik pemerintah Hindia Belanda.
b. Tahap penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan perang. Sesuai dengan tahap ini maka contoh ekonomi perang direncanakan bahwa setiap wilayah harus melaksanakan autarki.
Autarki, artinya setiap wilayah harus mencukupi kebutuhan sendiri dan juga harus sanggup menunjang kebutuhan perang. Romusa mempunyai persamaan dengan kerja rodi/kerja paksa pada zaman Hindia Belanda, yakni kerja tanpa mendapat upah.
Memasuki tahun 1944 tuntutan kebutuhan pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah Jepang mulai melancarkan kampanye pengerahan barang dan menambah materi pangan secara besar-bemasukan yang dilakukan oleh Jawa Hokokai melalui nagyo kumiai (koperasi pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan materi makanan ini dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil pguan lainnya kepada pemerintah. Dari jumlah hasil pguan, rakyat spesialuntuk boleh mempunyai 40 %, 30 % diserahkan kepada pemerintah, dan 30 % lagi diserahkan lumbung untuk persediaan bibit.
Tindakan pemerintah ini mengakibatkan kesengsaraan. Penebangan hutan (untuk pertanian) mengakibatkan ancaman banjir, penyerahan hasil pguan dan romusa mengakibatkan rakyat belum sempurnanya makan, kurang gizi, dan stamina menurun. Akibatnya, ancaman kelaparan melanda di banyak sekali tempat dan timbul banyak sekali penyakit serta angka maut meningkat tajam. Bahkan, belum sempurnanya sandang mengakibatkan sebagian besar rakyat di desa-desa sudah menggunakan pakaian dari karung goni atau "bagor", bahkan ada yang menggunakan lembaran karet.
Di samping menguras sumber daya alam, Jepang juga melaksanakan eksploitasi tenaga manusia. Hal ini akan membawa pengaruh terhadap mobilitas sosial masyarakat Indonesia. Puluhan sampai ratusan ribu penduduk desa yang besar lengan berkuasa dikerahkan untuk romusa membangun masukana dan pramasukana perang, menyerupai jalan raya, jembatan, lapangan udara, pelabuhan, benteng bawah tanah, dan sebagainya. Mereka dipaksa bekerja keras (romusa) sepanjang hari tanpa didiberi upah, makan pun sangat terbatas.
Akibatnya,banyak yang kelaparan, sakit dan meninggal ditempat kerja. Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa dibuat panitia pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Tugasnya menyiapkan tenaga sesuai dengan jatah yang diputuskan. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi diam-diam itu maka Jepang menyebut para romusa dengan sebutan prajurit ekonomi atau hero pekerja. Menurut catatan sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri menyerupai ke Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000 orang.
Pada bulan Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi ialah kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi yakni untuk mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang dibebankan kepada mereka. melaluiataubersamaini adanya perang yang makin mendesak maka kiprah yang dilakukan Tonarigumi yakni mengadakan tes tentang pencegahan ancaman udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong, dan intel musuh.
Pada pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak, maka Jepang memdiberi peluang kepada bangsa Indonsia untuk turut mengambil pecahan dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943, Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai) dan Badan Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In).
Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, menyerupai Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, menyerupai diberikut.
Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, menyerupai Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, menyerupai diberikut.
a. Ir. Soekarno, Departemen Urusan Umum (Somubu).
b. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid, Biro Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Dalam Negeri (Naimubu-Bunkyoku).
c. Dr. Mr. Supomo, Departemen Kehakiman (Shihobu).
d. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Departemen Lalu Lintas (Kotsubu).
e. Mr. Muh. Yamin, Departemen Propaganda (Sendenbu).
f. Prawoto Sumodilogo, Departemen Ekonomi (Sangyobu).
melaluiataubersamaini demikian masa pendudukan Jepang di Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar dalam birokrasi pemerintahan.
Situasi Perang Asia Pasifik pada awal tahun 1943 mulai berubah. Sikap ofensif Jepang beralih ke defensif. Jepang menyadari bahwa untuk kepentingan perang perlu pertolongan dari penduduk masing-masing tempat yang didudukinya. Itulah sebabnya, Jepang mulai membentuk kesatuan-kesatuan semimiliter dan militer untuk dididik dan dilatih secara intensif di bidang militer. Di Indonesia ada beberapa kesatuan pertahanan yang dibuat oleh pemerintah Jepang, seperi diberikut.
a. Kesatuan Pertahanan Semimiliter
1) Seinendan (Barisan Pemuda)
Seinendan dibuat pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para perjaka yang berusia antara 14–22 tahun. Mereka dididik militer supaya sanggup menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, tujuan yang sesungguhnya ialah mempersiapkan perjaka untuk sanggup memmenolong Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu dalam Perang Asia Pasifik.
2) Keibodan (Barisan Pemmenolong Polisi)
Keibodan dibuat pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para perjaka yang berusia 26–35 tahun dengan tugas, menyerupai menjaga kemudian lintas, pengamanan desa, dan lain-lain. Barisan ini di Sumatra disebut Bogodan, sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama Borneo Konan Hokokudan.
3) Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai dibuat pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para perempuan berusia 15 tahun ke atas. Mereka juga didiberikan tes-tes dasar militer dengan kiprah untuk memmenolong Jepang dalam perang.
4) Jibakutai (Barisan Berani Mati)
Jibakutai dibuat pada tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya mendapat pandangan gres dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.
b. Kesatuan Pertahanan Militer
1) Heiho (Pemmenolong Prajurit Jepang)
Heiho yakni prajurit Indonesia yang pribadi ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Mereka yang diterima menjadi anggota yakni yang memenuhi syarat, antara lain berbadan sehat, berkelakuan baik, berpendidikan terendah SD, dan berumur 18–25 tahun. Mereka dilatih kemiliteran secara lengkap dan setelah lulus dimasukkan ke dalam kesatuan militer Jepang dan dikirim ke medan pertempuran, menyerupai ke Kepulauan Salomon, Burma, dan Malaya.
2) Peta ( Pembela Tanah Air)
Peta dibuat pada tanggal 3 Oktober 1943, dengan kiprah mempertahankan tanah air. Pembentukan PETA ini atas undangan Gatot Mangkuprojo kepada Panglima Tertinggi Jepang Letjen Kumakichi Harada tanggal 7 September 1943. Untuk menjadi anggota Peta para perjaka dididik di bidang militer secara khusus di Tangerang, di bawah pimpinan Letnan Yamagawa. Untuk menjadi komandan Peta, mereka dididik secara khusus lewat Pendidikan Calon Perwira di Bogor. Dari pasukan Peta ini muncul tokoh-tokoh nasional yang militan, menyerupai Jenderal Soedirman, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, Supriyadi, dan sebagainya.
melaluiataubersamaini demikian, pendudukan Jepang di Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar dalam bidang kemiliteran. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi, baik semimiliter maupun militer menjadi pemuda-pemuda yang terdidik dan terlatih dalam kemiliteran. Hal ini sangat penting artinya dalam perjuangan, baik untuk merebut kemerdekaan, maupun untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
a. Pendidikan
Zaman pendudukan Jepang, pendidikan di Indonesia mengalami kemerosotan drastis, kalau dibandingkan zaman Hindia Belanda. Jumlah sekolah dasar (SD) menurun dari 21.500 menjadi 13.500 dansekolah menengah dari 850 menjadi 20. Oleh Jepang sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan dijadikan tempat indoktrinasi. Melalui pendidikan dibuat kader-kader untuk memelopori dan melaksanakan konsepsi Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum ditujukan untuk keperluan Perang Asia Pasifik
b. Penggunaan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dipakai di tiruana sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran utama, sedangkan bahasa Jepang didiberikan sebagai mata pelajaran wajib. Surat kabar dan radio juga menggunakan bahasa Indonesia sehingga mempercepat penyebarluasan bahasa Indonesia.
Begitu juga papan nama toko, nama rumah makan, perusahaan dan sebagainya yang menggunakan bahasa Belanda harus diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. melaluiataubersamaini meluasnya penerapan bahasa Indonesia sebagai masukana komunikasi maka akan mempercepat dan mempertebal semangat kebangsaan menunju integrasi bangsa.
Begitu juga papan nama toko, nama rumah makan, perusahaan dan sebagainya yang menggunakan bahasa Belanda harus diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. melaluiataubersamaini meluasnya penerapan bahasa Indonesia sebagai masukana komunikasi maka akan mempercepat dan mempertebal semangat kebangsaan menunju integrasi bangsa.
c. Kebudayaan
Bahasa Indonesia yakni salah satu unsur kebudayaan sehingga dengan digunakannya bahasa Indonesia secara luas akan mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 20 Oktober 1943 atas desakan dari beberapa tokoh Indonesia didirikanlah Komisi (Penyempurnaan) Bahasa Indonesia. Tugas Komisi yakni memilih terminologi, yaitu istilah-istilah modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif dan memilih kata-kata yang umum bagi bahasa Indonesia.
Susunan Kepengurusan Komisi Bahasa Indonesia yakni sebagai diberikut.
Ketua : Mori ( Kepala kantor Pengajaran).
Wakil Ketua: Iciki
Penulis : Mr. R. Suwandi
Penulis Ahli: Mr.S. Takdir Alisjabana
Anggota : Abas St. Pamuntjak, Mr. Amir Syarifuddin, Armien Pgua
Di bidang sastra, pada zaman Jepang juga berkembang baik. Hasil karya sastra, menyerupai roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan film. Agar hasil karya sastra tidak menyimpang dari tujuan Jepang, maka pada tanggal 1 April 19943 di Jakarta didirikan Pusat Kebudayaan degan nama Keimin Bunko Shidosho.
Hasil karya sastra yang terbit, menyerupai Cinta Tanah Air karya Nur Sutan Iskandar, Palawija karya Karim Halim, Angin Fuji karya Usmar Ismail. Gubahan untuk drama, menyerupai Api dan Cintra karya Usman Ismail; Topan di Atas Asia dan Intelek Istimewa karya El Hakim (dr. Abu Hanifah). Mengenai seni musik, komponis C. Simandjuntak berhasil membuat lagu Tumpah Darahku dan Maju Putra-Putri Indonesia.
Demikianlah Materi Dampak Penjajahan Jepang dalam Berbagai Aspek Kehidupan, semoga bermanfaa.